Sekolah dalam definisi sederhana, antara lain, dapat disebut sebuah lembaga atau tempat belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran. Di sekolah seseorang dapat menimba ilmu dengan segala jurusannya: jurusan dagang, teknik, guru, pertanian, agama, dst. Di sekolah formal, setelah seseorang mendapat pelajaran, ia akan mengikuti ujian. Hasil ujian itulah yang menentukan apakah dia pantas lulus atau tidak. Nilai dari ujian itulah yang menetapkan dia pantas naik kelas atau tidak. Singkatnya, di sekolah seseorang mendapat pelajaran --> mengikuti ujian -->lulus/gagal. Di sekolah, kesempatan seseorang untuk lulus lebih dari 90%, karena materi untuk menjawab soal-soal ujian sudah diberikan terlebih dahulu pada saat seseorang belajar. Jika dia belajar dengan sungguh-sungguh dan menguasai seluruh pelajaran yang diberikan oleh pengajar, sebagian besar--atau bahkan semua--soal akan dapat dilahapdengan tuntas, sehingga lulus atau naik kelas dengan nilai yang membanggakan bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dicapai.
Sementara di dalam konteks kehidupan, untuk mencapai kesuksesan atau kemenangan, seseorang akan mengalami tahapan yang berbeda dengan tahapan yang dilalui di sekolah. Di dalam kehidupan, tahapan pertama yang dilalui seseorang adalah mendapat ujian. Ujian--atau dalam bahasa agama juga disebut dengan cobaan--yang diterima seseorang di dalam hidupnya bisa berupa sandungan, tantangan, atau kegagalan demi kegagalan. Seseorang yang dapat melalui ujian dengan baik, ia akan dapat melalui pelajaran: yaitu mengambil pelajaran dari ujian yang telah ia alami. Mengambil pelajaran dari ujian demi ujian yang dia hadapi, dapat menjadi modal besar bagi dia untuk meraih sebuh kesuksesan, karena setidaknya dia tidak akan mengulangi kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan sebelumnya, atau bahkan dia sudah dapat memprediksi dan mengantisipasi kesalahan-kesalahan yang dimungkinkan terjadi. Peluang besar untuk sukses hanya dimiliki oleh orang-orang yang dapat belajar dari ujian yang dia hadapi dalam kehidupannya. Sebab orang yang mau mengambil pelajaran dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan dalam hidupnya, tidak akan mudah menyerah pada kehidupan.
Oleh karena itu, Eka Rasa Defaira, Direktur P.T. Pena Pundi Aksara, mengungkapkan dalam sebuah momen bahwa kemenangan menjadi sangat berharga dalam hidup bukan karena seseorang tidak pernah gagal, melainkan bagaimana dia dapat bangkit, bergerak, dan berjuang setiap kali menemui kegagalan.
So, meraih kesuksesan di dalam kehidupan tidak semudah meraih kesuksesan di bangku sekolah. Karena di bangku sekolah, seseorang sudah dicekoki seluruh materi yang kelak menjadi jawaban atas seluruh soal yang akan diberikan di dalam ujian. Sedangkan dalam kehidupan, seseorang harus mencari sendiri pelajaran atau jawaban atas ujian yang dia hadapi.
Kerapkali realitas kehidupan yang dihadapi seseorang tidak sesuai dengan keinginan yang terpatri di hatinya. Tak ubahnya, seperti angin yang sering berembus ke arah yang tidak diinginkan oleh kapal yang hendak berlayar. Itulah pesan seorang pujangga Arab mengingatkan kita tentang realitas kehidupan ini. Mâ kullu mâ yatamannal-mar`u yudrikuhu, ta`tir-rîhu bi-mâ lâ tasytahi as-sufun.
Selamat belajar atas setiap ujian yang dihadiahkan kepada kita, untuk menjadi bekal kita meraih sebuah kesuksesan yang kita impikan.
Selasa, 23 Desember 2008
Rabu, 10 Desember 2008
Korupsi Gak Sengaja
Kemarin (9/12) merupakan Hari Antikorupsi Sedunia. Saya sendiri belum pernah memiliki kasus dengan yang bernama korupsi. Setidaknya saya belum pernah terbukti melakukan korupsi. Pikir singkat saya, bagaimana saya bisa melakukan korupsi, wong kesempatan untuk berkorupsi tidak ada, kukakaka. Itu kalau dikaitkan dengan korupsi dalam skala besar, seperti mengoruspi uang miliyaran seperti banyak diberitakan di media massa, yang biasa dilakukan oleh orang-orang berdasi dan bergaji--sebut saja--puluhan atau ratusan juta.
Korupsi--yang dalam definisi sederhananya sebagai tindakan penyelewengan atau penyalahgunaan uang (dan sejenisnya) milik perusahaan (dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain--tidak hanya berlaku dalam ranah partai besar, atau dalam konteks uang dan harta kekayaan saja.
Jika ditilik dari definisinya, korupsi yang berarti penyelewengan atau penyalahgunaan bisa juga berlaku dalam ranah waktu. Korupsi waktu berarti penyalahgunaan waktu. Dengan begitu, penggunaan waktu dinas (bekerja) untuk urusan pribadi dapat disebut tindakan korupsi.
Meskipun tindakan korupsi waktu tidak dapat menyeret pelakunya ke LP, pengadilan, dan sejenisnya, tindakan tersebut tetap masuk dalam kategori tindakan yang dapat merugikan perusahaan dan orang lain. Pastinya, ia merupakan tindakan yang tidak terpuji.
Dalam konteks mengorupsi waktu, seseorang--sebut saja seseorang itu adalah saya heheh --bisa saja tidak sadar bahwa dia telah melakukan tindak korupsi yang membawa dirinya telah melakukan tindakan dosa dan selanjutnya mengonsumsi harta yang tidak halal yang kelak menjadi darah-dagingnya.
Saya mencoba mengilustrasikan pengorupsian waktu dalam konteks perusahaan dengan mengalkulasikan gaji (dan sejenisnya) yang diberikan oleh perusahaan dan waktu (baca: jam kerja) yang harus dibayarkan oleh seorang karyawan kepada perusahaan. Sebut saja gaji yang diberikan oleh Perusahaan adalah Rp2.000.000 untuk jam kerja 8 jam. Agar tidak terjadi tindakan korupsi (dalam hal ini waktu), seorang karyawan harus bekerja untuk perusahaan selama 8 jam. Jika selama rentang waktu 8 jam, seorang karyawan melakukan hal-hal yang menguntungkan pribadi atau orang lain (bukan perusahaan), disadari atau tidak ia telah melakukan tindakan korupsi, karena ia telah melakukan penyalahgunaan waktu. Sesebentar apa pun, misalnya hanya satu menit, dia melakukan penyelewenangan waktu, ia telah melakukan tindakan korupsi.
Seorang yang melakukan korupsi satu menit saja selama satu hari kerja (8 jam) atau selama satu bulan kerja, ia telah merusak kualitas (kehalalalan) jam kerja yang lain selama satu bulan itu.
Jika ia telah melakukan korupsi waktu selama satu menit, berarti bayaran yang ia terima untuk satu menit menit tersebut sudah berubah dari halal menjadi haram. Agama tidak menolerir kuantitas perbuatan haram, sedikit atau banyak sama-sama haram (qalîluhu wa katsîruhu harâm). Sebut saja bayaran yang dia terima untuk satu menit sebesar 208 perak (hasil pembagian Rp2.000.000 yang dia terima selama satu bulan kerja. Misalnya, Rp2.000.000 [dibagi] 20 hari kerja [dibagi] 8 jam [dibagi] 60 menit = 208 perak).
Agama juga menyebutkan, jika uang haram bercampur dengan uang halal maka seluruhnya akan menjadi haram (idzâ ijtama'a al-halâlu wal-harâm gullibal-harâmu). Jika seorang karyawan menerima gaji Rp2.000.000 selama satu bulan, dengan komposisi uang haram sebesar 208 (karena telah mengorupsi waktu kerja selama satu menit) dan uang halal sebesar Rp1.999.792, maka uang yang 1.999.792 juga ikut haram karena bercampur dengan uang haram. Dengan begitu, gaji yang ia terima sebesar Rp2.000.000 adalah gaji haram. Na'ûdzubillah min tilka.
Korupsi--yang dalam definisi sederhananya sebagai tindakan penyelewengan atau penyalahgunaan uang (dan sejenisnya) milik perusahaan (dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain--tidak hanya berlaku dalam ranah partai besar, atau dalam konteks uang dan harta kekayaan saja.
Jika ditilik dari definisinya, korupsi yang berarti penyelewengan atau penyalahgunaan bisa juga berlaku dalam ranah waktu. Korupsi waktu berarti penyalahgunaan waktu. Dengan begitu, penggunaan waktu dinas (bekerja) untuk urusan pribadi dapat disebut tindakan korupsi.
Meskipun tindakan korupsi waktu tidak dapat menyeret pelakunya ke LP, pengadilan, dan sejenisnya, tindakan tersebut tetap masuk dalam kategori tindakan yang dapat merugikan perusahaan dan orang lain. Pastinya, ia merupakan tindakan yang tidak terpuji.
Dalam konteks mengorupsi waktu, seseorang--sebut saja seseorang itu adalah saya heheh --bisa saja tidak sadar bahwa dia telah melakukan tindak korupsi yang membawa dirinya telah melakukan tindakan dosa dan selanjutnya mengonsumsi harta yang tidak halal yang kelak menjadi darah-dagingnya.
Saya mencoba mengilustrasikan pengorupsian waktu dalam konteks perusahaan dengan mengalkulasikan gaji (dan sejenisnya) yang diberikan oleh perusahaan dan waktu (baca: jam kerja) yang harus dibayarkan oleh seorang karyawan kepada perusahaan. Sebut saja gaji yang diberikan oleh Perusahaan adalah Rp2.000.000 untuk jam kerja 8 jam. Agar tidak terjadi tindakan korupsi (dalam hal ini waktu), seorang karyawan harus bekerja untuk perusahaan selama 8 jam. Jika selama rentang waktu 8 jam, seorang karyawan melakukan hal-hal yang menguntungkan pribadi atau orang lain (bukan perusahaan), disadari atau tidak ia telah melakukan tindakan korupsi, karena ia telah melakukan penyalahgunaan waktu. Sesebentar apa pun, misalnya hanya satu menit, dia melakukan penyelewenangan waktu, ia telah melakukan tindakan korupsi.
Seorang yang melakukan korupsi satu menit saja selama satu hari kerja (8 jam) atau selama satu bulan kerja, ia telah merusak kualitas (kehalalalan) jam kerja yang lain selama satu bulan itu.
Jika ia telah melakukan korupsi waktu selama satu menit, berarti bayaran yang ia terima untuk satu menit menit tersebut sudah berubah dari halal menjadi haram. Agama tidak menolerir kuantitas perbuatan haram, sedikit atau banyak sama-sama haram (qalîluhu wa katsîruhu harâm). Sebut saja bayaran yang dia terima untuk satu menit sebesar 208 perak (hasil pembagian Rp2.000.000 yang dia terima selama satu bulan kerja. Misalnya, Rp2.000.000 [dibagi] 20 hari kerja [dibagi] 8 jam [dibagi] 60 menit = 208 perak).
Agama juga menyebutkan, jika uang haram bercampur dengan uang halal maka seluruhnya akan menjadi haram (idzâ ijtama'a al-halâlu wal-harâm gullibal-harâmu). Jika seorang karyawan menerima gaji Rp2.000.000 selama satu bulan, dengan komposisi uang haram sebesar 208 (karena telah mengorupsi waktu kerja selama satu menit) dan uang halal sebesar Rp1.999.792, maka uang yang 1.999.792 juga ikut haram karena bercampur dengan uang haram. Dengan begitu, gaji yang ia terima sebesar Rp2.000.000 adalah gaji haram. Na'ûdzubillah min tilka.
Langganan:
Postingan (Atom)