Selasa, 22 Juli 2008

Menjemput Pasangan Setia

Saya sedang menerjemahkan buku yang memuat 60 langkah menuntun anak ke surga. Salah satu langkah yang ditawarkan oleh penulis buku itu adalah jika anak kita ingin menjadi anak yang baik dan berbakti, kita (saya belum termasuk bagian dari kita di sini karena saya belum mempraktikkan jurus-jurus jitu di dalam Arabic Kamasutra [salah satu buku best seller Penerbit Pena, yang lcetakan pertama ludes dalam satu pekan] sehingga belum memiliki anak, kuakakaka) harus memberikan keteladan yang baik bagi anak kita.

Anak kita men-copy paste diri kita. Kasarnya, jika kita—biasa—berbakti kepada kedua orang tua kita, anak kita—dijamin!—berbakti kepada kita. Perilaku anak kita ditentukan oleh perilaku kita. Kepribadian anak kita ditentukan oleh kepribadian kita. Rasulullah yang menjamin demikian. Penulis buku itu mengutip hadits yang diriwayatkan oleh Haitsami, yang terjemahan bebasnya kurang lebih begini.


Berbaktilah kepada kedua orang tuamu, niscaya anakmu akan berbakti kepadamu. Jagalah kehormatanmu (dalam penafsiran saya, menjaga kehormatan adalah setia), niscaya pasanganmu akan menjaga kehormatannya.

Saya tertegun beberapa saat ketika membaca hadits tersebut. Seolah-olah Rasul ingin mengatakan bahwa jika kita menginginkan orang lain berbuat baik kepada kita, mulailah dari diri kita sendiri: berbuat baik kepada orang lain. Kita jangan pernah menuntut orang lain untuk tidak menyakiti kita (dalam segala jenisnya), jika kita tidak pernah jera untuk menyakiti orang lain. Kita jangan pernah mengemis orang lain menyayangi kita, jika kita tidak pernah membuka hati untuk menyayangi orang lain. Dan, seterusnya.

Kali kedua yang membuat saya tertegun membaca hadits tersebut karena hadits itu memberikan solusi atas permasalahan yang sering memenuhi benak sebagian besar dari kita: mencari kesetaian; mengapa pasangan saya selingkuh; mengapa pasangan saya tidak setia, dan pertanyaan lain yang senada. Solusi yang ditawarkan hadits itu cukup simpel. Jika pasanganmu tidak setia, segeralah kamu bertanya kepada diri kamu sendiri: sudahkan saya bersikap setia kepada orang lain, bahkan kepada diri sendiri!

Saya tidak sedang menulis bahan ceramah atau khotbah, saya hanya ingin membantu salah satu teman saya yang sedang mencari kesetiaan (piisss Muti... :D)

Oretan saya ini tidak ingin mengajak kita untuk memiliki asumsi, "Jika kita termasuk orang-orang yang tidak berbakti kepada orang tua, berarti orang tua kita tidak berbakti kepada kakek-nenek kita. Jika diri kita melakukan perselingkuhan, berarti karena pasangan kita tidak setia kepada kita." Kukakakaka :D

Khadz Mâ Shafâ wa Dha' Ma Kadar!

4 komentar:

tiarakawaiiii mengatakan...

ehmmm,,,,ada namaqu niii?
iiihhh,,,yg aku maksud tuu bukan pasangan aku,,,
tp cowo laen yg menyakiti org yg aku syg,,,ky sahabatqu ato siapapun lah,,,hehe
alhamdulilah sampai saat ini aku masih setia,,,haha*mudah2an seterusnya jg setia :D
wah,,,blh tuuu bukuna,,,,kasih tau y klo ud terbit,,,
wow,,,kamsut keren bgt y seminggu lgsg ludes,,hehe
kpn terbit cetakan keduanya?

Nien mengatakan...

ey ey ey

wah brati ntar ga boleh slingkuh2 ya gw? hahahaha. jangan lah ya..
smoga nanti anak mas imam berbakti pada orang tua dan jadi orang setia, kan kita mo jadi besan ya? :D

aaaah butuh kamsut buat kado temen minggu depan!!!! mau dong mas! :)

Naimah mengatakan...

really nice article..(artikel kan?)
bahsanya ringan, tapi isinya bermakna,
oh ternyata bgtu y?
mas imam mau dong tata bahasa saya dikritik, sekalian blajar, hehe..
saya orang awam di dunia menulis ini
but i really love writing ^_^

Unknown mengatakan...

Gak relefan untuk berkomentar karena level aku tak seperti yang kau bayangkan semua yang ada bagus bagus bahkan komen komen di sini hanya iseng.