Jumat, 25 Juli 2008

Pacaran Yuks…

Orang yang berpacaran, sering divonis sebagai orang yang melakukan perbuatan mungkar dan maksiat oleh sebagian—bahkan, oleh banyak—orang. Mereka tentu saja beralasan, setidaknya karena realitas membuktikan bahwa terdapat beberapa para pelaku pacaran yang tidak dapat memerhatikan nilai-nilai (terutama keislaman) bahkan melakukan hal-hal yang diinginkan (untuk tidak mengatakan hal-hal yang tidak dinginkan) :D. Sebut saja, mereka yang melakukan pacaran dengan berkhalwat (berduaan dengan lawan jenis di tempat yang sepi) dan melakukan perbuatan yang semestinya hanya diperbolehkan untuk dilakukan oleh orang-orang yang telah memiliki ikatan pernikahan yang sah.


Vonis tersebut, terasa tidak bijak, jika digeneralisasikan kepada seluruh pelaku pacaran. Hal itu karena ada realitas lain yang terjadi di dunia pacaran. Ada orang-orang yang melakukan praktik pacaran dengan tetap memerhatikan norma-norma dan nilai-nilai, baik mereka yang berpacaran jarak dekat maupun mereka yang berpacaran jarak jauh (baca: antarkota, atau bahkan antarnegara, yang tidak pernah kontak fisik).

Karena fenomena yang terjadi di sekeliling kita memotret para pelaku pacaran yang sering mojok di tempat yang sepi, bahkan beberapa media mengungkap beberapa pasangan yang hamil di luar nikah karena pacaran, kemudian muncullah sebuah vonis dari banyak orang bahwa pacaran adalah perilaku yang dapat merusak moral dan bertentangan dengan Islam. Karena itu, hukum pacaran adalah haram.

Ketika ditanya tentang hukum pacaran, sejatinya, kita tidak terburu-buru untuk menjawabnya. Justru, kita tarik napas sejenak untuk bertanya ulang kepada orang yang menayakan hukum pacaran itu. Misalnya dengan mengajukan pertanyaan wajib, "Pacaran seperti apa yang Anda maksud?" Ya, sejatinya, kita menyepakati terlebih dahulu apa definisi pacaran. Setidaknya, kita harus mempertegas terlebih dahulu apa definisi pacaran, sebelum menetapkan hukum pacaran itu sendiri.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pacar adalah teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih; kekasih.

Menurut definisi ini, tidak ada alasan untuk mengharamkan pacaran. Islam tidak pernah melarang seseorang untuk menjalin cinta dengan lawan jenis. Cinta adalah anugerah. Selama orang yang berpacaran dapat menjaga diri, menjaga norma, dan menjaga nilai-nilai, pacaran sah-sah saja.

Jika yang menjadi alasan orang yang mengharamkan pacaran karena ia melihat banyak orang yang berpacaran melakukan khalwat atau melakukan hubungan seksual di luar nikah atau perbuatan yang sejenis, sejatinya perbuatan seperti itu tidak harus hanya ditimpakan kepada orang yang berpacaran. Hal itu karena seseorang dapat melakukan khalwat dan hubungan seksual di luar nikah tanpa berpacaran; tanpa memiliki hubungan cinta kasih.

So, tetapkanlah hukum pacaran berdasarkan definisi, bukan berdasarkan fenomena atau realitas tertentu kemudian mengeneralisir seluruh fenomena atau realitas pacaran yang beraneka ragam.

Vonis haram dan maksiat terlalu kejam dialamatkan kepada mereka yang berpacaran dengan memerhatikan norma dan nilai Islam.

Di sisi lain, pacaran merupakan sarana untuk mengenal seseorang lebih dalam, demi menghindari penyesalan yang mendalam ketika masuk dalam jenjang pernikahan. Meyesal di kemudian tiada arti.


Tuhan mencipta pasangan untuk kita dari jenis kita sendiri adalah agar kita cenderung dan merasa tenteram kepadanya. (QS. 30: 21)

Hemat saya, kita akan merasa cenderung dan tenteram kepada pasangan kita jika kita memiliki kecocokan jiwa dengan pasangan kita. Kita dapat mengetahui atau menjajaki kecocokan jiwa tersebut dengan cara mengenal lebih dekat sebelum menikah, yakni dengan cara berpacaran.

Tanpa mengenal lebih dekat calon pasangan Anda, sebelum menikah, ketenteraman yang Anda impikan bisa jadi hanya isapan jempol. Dan, tidak menutup kemungkinan, Anda akan menyesal seumur hidup.

Karena itu, pacaran merupakan salah satu solusi agar seseorang tidak merasa menyesal karena telah menikah dengan fulan atau fulanah.

So, pacaran adalah sebuah keniscayaan, jika tidak ingin dikatakan sebuah kewajiban :D

Selamat berpacaran!

(Oretan ini sy persembahkan untuk Agi dan Nai. Maju teruss! Kuakakaka. (Pisss! :D)

7 komentar:

Nien mengatakan...

waaaaahh..huehuehuehue...
menarik2 juga nih postingannya calon besan gw, :D

Naimah mengatakan...

ko nyebut nama mas?
ntar ada orang pena yang baca
bisa gawat saya,,hehe
tulisannya bagus,
bijaksana dan penuh kehati-hatian
terus nulis ya mas imam!^^

Nien mengatakan...

wah mas vulgar amat nyebut nama skalian aja kasi link ke facebook ato frensternya si anu2itu wkkk
klo taaruf2an brarti sesuai norma islam ato gimana?
carikan saya dong mas

igma mengatakan...

taaruf dan pacaran hanya istilahnya saja yang berbeda, esensi dan substansinya bisa saja tidak berbeda jika definisinya sama. kita tidak usah terjebak dengan istilah yang--bisa jadi--menjebak, kukakakaka.

ati2 ya "nyari" calon mertua laki2 dari anak laki2 sy ya:D

Dan, Tuhan pun, akan mengirimkan "malaikat" untuk calon besanku. Amin.

Balada Jalanan mengatakan...

Menarik Kak Imam kwak..kwak..
Ooo pantesan Aghi klo OL statusnya sering "sama aku kamu nggak mesti berubah Gus!"hahahhaha
tapi, btw Aghi jd Agus, Bimo, Doni atau hanya Olip semata :P
Salam wat Aghi maju terus pantang mundur

Bengkel Hati mengatakan...

pacaran.........
snatai saja...,,
manusiawi ko,,,
asal jangan kelewatan...
jaga norma2 agama,,,
yupz...

Laila mengatakan...

Ehmmm...
Mungkin orang yang termasuk(4 tahun yang lalu) berfikir kalo pacaran identik dengan maksiat...ya gara-garanya ada teman cowokku yang ceritain baru kenal cewek wiih udah nginep di hotel and gitu dech. dan yang bikin aku agak benci, cewk itu menggunakan jilbab..
wess tambah trauma...

makanya sampe sekrang gak punya pacar, adanya habis manis sepah dibuang...

tapi bagus kok postinngnya, agak mengurangi rasa traumaku yang dulu

(^_^)